Doktrin Monroe-Kellie
Doktrin Monroe-Kellie menyatakan
bahwa volume total dalam kranium selalu tetap karena tulang tengkorak tidak
elastis sehingga tidak bisa mengembang jika ada penambahan volume. Pada kondisi
normal, volume intrakranial terdiri dari 80% jaringan otak, 10% LCS, dan 10%
darah. Peningkatan volume dari salah satu komponen ini, atau adanya tambahan
komponen patologis (misalnya hematom intrakranial), akan menimbulkan kompensasi
melalui penurunan volume dari komponen lainnya untuk mempertahankan tekanan.1,3
Bila terdapat
penambahan masa seperti hematoma akan menyebabkan tergesernya LCS akan terdesak
melaui foramen magnum ke arah rongga sub-arakhnoid spinalis dan vena akan
segera mengempis/kolaps, dimana darah akan diperas keluar dari ruangan
intrakranial melalui vena jugularis atau melalui vena emisaria dan kulit
kepala. Mekanisme kompensasi ini hanya berlangsung sampai batas tertentu saja.
Namun jika mekanisme kompensasi ini terlampaui maka kenaikan volume sedikit
saja akan menyebabkan kenaikan TIK yang tajam.1,2,3
Dengan
meningkatnya aliran darah pada pembuluh darah otak, maka perdarahan intra
cerebral akan meningkat volumenya, sehingga dapat mendorong atau menekan masa
otak. Otak yang normal mempunyai kemampuan melakukan autoregulasi aliran darah
serebral. Autoregulasi menjamin aliran darah konstan melalui pembuluh serebral
di atas rentang tekanan perfusi dengan mengubah diameter pembuluh darah dalam
berespon terhadap tekanan perfusi serebral. Faktor-faktor yang mengubah
kemampuan pembuluh darah serebral untuk berkontraksi dan berdilatasi, seperti
iskemia, hipoksia, hiperkapnea, dan trauma otak dapat mengganggu autoregulasi.1,3
Karbon
dioksida merupakan vasodilator yang paling potensi pada pembuluh serebral,
menyebabkan kenaikan aliran darah serebral yang mengakibatkan peningkatan
volume intrakranial, mengarah pada peningkatan tekanan intrakranial. Agar
autoregulasi berfungsi, kadar karbon dioksida harus dalam batasan yang dapat
diterima dan tekanannya dalam batasan : tekanan perfusi serebral di atas 60
mmHg, tekanan arteri rata-rata dibawah 160 mmHg dan tekanan sistolik antara 60
– 160 mmHg dan, TIK di bawah 30 mmHg. Cedera otak juga dapat merusak
autoregulasi. Bila autoregulasi mengalami kerusakan, alirah darah serebral
berfluktuasi berkaitan dengan tekanan darah sistemik. Pada klien dengan
kerusakan autoregulasi, setiap aktivitas yang menyebabkan tekanan darah,
seperti batuk, suction, dan ansietas dapat menyebabkan peningkatan aliran darah
serebral yang dapat meningkatkan tekanan intrakranial.1,3
Otak
mampu mengkompensasi atau menerima perubahan minimal pada tekanan intrakranial
dengan cara pengalihan CSS ke dalam spasium subaraknoid spinal, peningkatan
absorbsi CSS, penurunan pembentukan CSS dan pengalihan darah vena ke luar dari
tulang tengkorak.1,3
Gambar 1. Tekanan intrakranial akan tetap normal dengan peningkatan volume
sampai titik dekompensasi tercapai. Di atas volume kritis ini, TIK akan
meningkat dengan cepat.1
Sumber: fisiologi manusia dan mekanisme
penyakit (Human physiology and mechanism
of disease). Ed. 33.
Aliran darah
otak normalnya 50 - 60 mL/100 gr jaringan otak/menit. Bila aliran darah otak
menurun sampai 20-25 mL/100gr/menit maka aktifitas EEG akan hilang dan pada
nilai 5 mL/100gr/menit sel-sel otak mengalami kematian dan terjadilah kerusakan
sel yang menetap. Pada penderita non trauma, fenomena autoregulasi mempertahankan
aliran darah pada tingkat yang konstan apabila MAP (mean arterial pressure)
berada dikisaran 50-160 mmHg. Bila MAP dibawah 50 mmHg, aliran darah otak
sangat berkurang dan bila MAP diatas 160 mmHg terjadi dilatasi pasif pembuluh
darah yang menyebabkan aliran darah meningkat.3,4
Mekanisme
autoregulasi sering mengalami gangguan pada penderita cedera otak sekunder
karena iskemia akibat hipotensi yang tiba-tiba. Sekali mekanisme kompensasi
tidak bekerja diikuti kenaikan TIK yang curam, perfusi otak akan berkurang jauh
terutama pada keadaan hipotensi. Oleh karena itu bila terdapat hematom
intrakranial, haruslah dikeluarkan sedini mungkin dan tekanan darah yang
adekuat tetap harus dipertahankan.3,4
Referensi:
1.
Guyton, A C. fisiologi manusia dan mekanisme penyakit (Human physiology and mechanism of disease).
Ed. 33. Jakarta: EGC; 1990
2.
Hudak, G. Keperawatan kritis pedekatan holistic. Ed.6 .
Jakarta: EGC. 1995.
3. Ganong, W F. buku ajar fisiologi
kedokteran. Ed. 22. Jakarta: EGC; 2008
4. Vander
et al. Human physiology: the mechanism of
body function. 8th ed. The McGraw−Hill: Companies; 2001.
Saran dan Masukan ke trifena008@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar